Selasa, 25 Desember 2012

Senandung malam dingin menemani

Lamunan angan penuh mimpi

Beranjak dari cerita jeritan hati

Mengenangmu mengiris hati ini

Terdalam lukaku, teriris luka disini

Terasa dekat ragamu namun jauh dihati

Bilakah ini sekedar mimpi

Bangunkan aku tuk terjaga lagi

Menggenggam erat tanganmu tuk jangan pergi

Meninggalkan aku sendiri

Sepi, terjatuh nista di dasar bumi

Menangis menahan sayatan waktu yang berlari

Menatapmu tuk beranjak pasti

Malangkah bahagia hari

Dan meninggalkan aku dan sunyi

Sepi dan sendiri….

Dan aku luka disini….
 
 
 
 
Senandung malam mengalun

Mengiringi rasa rindu yang datang

Seraut wajah terlukis di keheningan

Kurebahkan tubuh dalam lelah

Mulai memejamkan mata

Pikiran melayang memutar kembali

Hari-hari yang telah terlewati

Kala waktu menghadirkan keindahan

Menjalani rasa haru kala hadir perpisahan

Terlintas saat terakhir ku menapak pergi

Tetesan air mata mengiringi

Kini aku tlah jauh disini

Semoga engkau tetap menjga hati

Setia untuk menanti

Hingga saat nanti ku datang kemba
 
 
 
Aku diam dalam kepedihan ini
aku bisu dalam keheningan ini
ku tak rasakan kehangatan mentari
ku tak dapat rasakan hangatnya sentuhanmu

Ku tak tau apa yang aku rasakan saat ini
semua terjadi beditu saja
semua berlalu dengan cepat

Awalnya kau buat sempurna dimataku
kau buat sempurna semua
hingga aku mulai terlena dengan ini semua
aku terlena dengan hangatnya cintamu
dengan indahnya cinta, kasihmu
yang sudah ekian lama aku inginkan darimu

Tapi sekian lama kita bersama
kita jalani semua, kukira kau kan setia
seperti aku yang mencoba setia untukmu
setia mendampingimu
namun semua itu sirna....

Setelah kau hancurkan semua
semua cinta, kasihku, dan harapanku
teganya kau duakanku dengan dia
kau hianati cinta kita demi dia

Dan mungkin ini memang takdir kita,
takdir kita yang tak mungkin pernah bisa bersatu

Biarkanlah ini semua menjadi suatu kenangn termanis untukku
dan biarkan aku kenang semua ini untuk diriku sendiri

Dan maafkan aku yang tak sempurna untukmu
maafkan aku sayankku..,
aku akan slalu mencintaimu, meski kau tlah sakitiku..,
 
 
 


Aku berdiri di atas sayup-sayup senja
Mencari cinta dan ketulusan yang sesungguhnya
Di keindahan gerimis senja yang memberiku setetes harapan
Aku mengenalmu karena cinta
Aku mencarimu karena cinta
Aku bersamamu juga karena cinta
Dan jika aku harus merelakanmu karena cinta, aku pun juga harus rela
Mungkin bahagiamu bukan untukku
Cintamu tak tercipta untukku
Dan hatimu tercipta hanya untuk Dia
Orang yang selalu mendapatkan perhatian darimu
Sesungguhnya aku tak pernah menyangka kau lakukan ini padaku
Kau tega menduakanku dan tak pernah mengakuiku
Apa tak pernah kau bayangkan betapa sakitnya aku tak pernah kau anggap
Sepenuhnya aku mengerti, kau tak akan bisa mencintaiku seperti kau mencintainya
Aku juga tak akan pernah memaksamu untuk kembali ke pelukanku
Karena aku tau cinta itu tak harus memiliki,
Tapi percayalah...
Sepenuh hati ini, sepenuh raga ini, hanya milikmu
Aku akan selalu mencintaimu
Hingga mata terpejam
Nafas berhenti
Jiwa meninggalkan raga
Kamu kan selalu di hatiku
 
 
 
 

 

 

Selasa, 18 Desember 2012

KATA PENGANTAR
Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan makalah tentang “Dampak / Pengaruh Globalisasi Bagi Umat Islam” ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang telah diberikan oleh Bapak guru kepada kami.
Disadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan kerja sama yang baik dari berbagai pihak, dan penulis menyadari sepenuhnya tanpa adanya bantuan dan dukungan tersebut makalah ini mungkin tidak akan dapat diselesaikan tepat waktu.
Terkait dengan semua itu pada kesempatan yang sangat berbahagia ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak-bapak guru yang telah mendidik dan menempa kami, semoga jerih payah Bapak akan tercatat sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT Amin.




Penulis,









BAB I
PENDAHULUAN


  1. A. Latar Belakang Masalah
Bebrapa tahun sebelumnya, istilah globalisasi sudah menggema di seantero jagat. Kata “Globalisasi” seakan menjadi buah bibir setiap insan yang berfikir dan membayangkan terwujudnya kehidupan global di era sekarang ini. Kemajuan sains dan teknologi sudah mencapai perkembangan yang amat pesat, termasuk di Negara kita Indonesia. Kini pembangunan di Negara kita telah mencapai kemajuan yang sangat pesat, terlebih sejak bergulirnya era reformasi hingga saat sekarang ini.
Dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dimasing-masing diseluruh dunia keberadaan umat islam saat ini boleh dikata belum seberapa menggembirakan. Dalam bidang politik masih banyak umat islam yang mengalami penindasan dan tekanan, bahkan masih ada yang hidup dibawah tekanan keidiktatoran pemerintah setempat, hidupnya dibawah bayang-bayang terror dan ancama. Dari segi ekonomi juga mengalami masalah serupa, tidak sedikit dari umat islam yang hidup dibawah garis kemiskinan akibat ketidakadilan kaum kapitalis dan kaum borjuis, khususnya di Negara Eropa dan Amerika. Sektor-sektor perekonomian banyak diskuasai mereka. Akibatnya umat Islam terpinggirkan, umat Islam tidak dapat tampil seabagai subyek namun malah sebagai obyek..
Keadaan ini sesungguhnya tak lain adalah disebabkan karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) dari umat Islam. Sesungguhnya banyak diantara kita yang menghuni lahan dan pekarangan yang subur, namun saying mereka tidak mampu mengolahnya. Kekayaan alam yang mereka miliki dikeruk oleh orang-orang asing yang memiliki modal besar dan sumber daya yang memadai. Kita umat Islam memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup, tetapi dilain pihak kita masih miskin dengan sunber daya manusia, bahkan sampai saat dan detik ini kita belum memiliki tenaga-tenaga yang professional.
Bila kita ingin mengejar ketertinggalan ini dan mampu bersaing dengan orang-orang diluar Islam, maka kunci utamanya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena, betapapun kita memiliki sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun jumlah penduduk, tetapi potensi seperti ini sudah tidak bisa diandalkan di zaman ultra moderen sekarang ini. Kini kunci itu terletak pada sumber daya manusia dengan penguasaan IPTEK. Kita semua, kjususnya umat Islam yang hidup di abad moderen ini tidak bisa tinggal diam dan berperan sebagai penonton, menjadi obyek pembangunan dan modernisasi, namun hendaknya ikut menjadi subyek pembangunan. Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak semakin ringan, malah justru semakin berat. Oleh karena itu, kita tidak cukup menunggu dan menunggu datangnya uluran tangan orang lain, namun kita harus bangkit dan menyongsong masa depan yang lebih cerah.
  1. B. Identifikasi Masalah
Kita semua adalah insan yang ditakdirkan hidup untuk dizaman sekarang ini, disadari atau tidak pasti akan tersentuh oleh modernisasi dan era globalisasi. Dimana suatu Zaman yang sesungguhnya biasa-biasa saja seakan-akan menjadi sesuatu yang langka, hebat, luar biasa dan mengagumkan serta menjanjikan dan penuh harapan, terutama oleh orang-orang Barat yang non Islam.
Dalam menyikapi arus modernisasi dan arus era globalisasi ini, kita seabagai umat Islam hendaknya bersikap wajar dan biasa-biasa saja. Kita tak perlu terkejut, terperangah, kagum, apalagi sampai kita terbius dengan adanya slogan-slogan dari barat yang seakan-akan membius kita semua. Globalisasi yang dikemas mereka seakan-akan menjadi obat penawar rindu, penenang hati dan hiburan, atau bahkan menjanjikan suatu kehidupan yang lebih baik. Padahal sesungguhnya istilah globalisasi yang mereka lancarkan itu sesungguhnya tertinggal jauh dari Islam.
Hal ini bukannya mengada-ada atau ingin menutupi kekurangan yang dimiliki Islam, namun fakta dilapangan telah menunjukkan bahwa kita semua umat Islam dan penghuni bumi telah menyaksikan, bahkan merasakannya, sesungguhnya arus modernisasi dan era globalisasi telah menimbulkan dua dampak, yaitu : 1). Dampak positif dan 2). Dampak negatif. Namun bagi kita umat Islam khususnya dampak negative telah mulai mendominasi mepengaruhi dan merusak  generasi Islam yang merupakan salah satu tulang punggung untuk tegaknya pilar-pilar Islam.
  1. C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari permasalahan di atas adalah sebagai berikut :
  1. apakah globalisasi itu ?
  2. bagaimana dampak globalisasi terhadap umat Islam?
  3. bagaimana sikap umat Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi ?

  1. D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
    1. Tujuan Penulisan.
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah ingin mengingatkan kepada kita semua khususnya generasi muda Islam, agar menyadari sepenuhnya bahwa umat Islam kini benar-benar dihadapkan pada tatantangan zaman dan masa depan yang makin berat. Perkembangan yang terjadi disegala bidang kehidupan masyarakat semakin menuntut terpenuhinya sumber daya manausia dengan kualitas yang semakin tinggi. Hal ini tidak mungkin diraih atau dicapai kecuali dengan mengatur strategi pendidikan Islam agar disesuaikan dengan perkembangan keadaan, utamanya dalam menjawab tantangan pembangunan tanpa harus keluar dari koredor atau garis-garis tuntunan atau syari’at Islam.
2.    Manfaat Penulisan.
Dengan adanya tugas pembuatan makalah ini diharapakan memiliki manfaat sebagai berikut :
  1. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis secara ilmiah
  2. Dapat mengetahuai bagaimana dampak / pengaruh globalisasi terhadap umat Islam.
  3. Diharapkan bagi pihak lain untuk memberikan sumbangan pikiran bagi pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang sistematika penulisan karya ilmiyah.
BAB II
PEMBAHASAN


  1. A. Dampak Globalisasi Terhadap Umat Islam
Dewasa ini kemajuan sains dan teknologi telah mencapai perkembangan yang sangat pesat, termasuk di Negara kita Indonesia. Pembangunan di Negara kita juga telah mencapai kemajuan yang demikian pesat, terutama sejak bergulirnya era reformasi hingga saat ini. Karenanya, seiring dengan itu, marilah kita umat Islamsecara bersama-sama ikut ambil bagian dengan secara aktif, terutama dalam pembangunan mrntal spiritual, agar umat Islam tidak sekedar maju dalam segi fisik saja, namun juga kokoh mentalnya, tidak mudah terjebak dalam pemikiran yang merusak.
Dalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh globalisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah direndahkan. Globalisasi adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita pada kehancuran peradaban.
Sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik, mulai dari prilaku, gaya hidup, norma pergaulan dan tete kehidupan yang dipraktekkan, dipertontonkan dan dicontohkan oleh orang-orang Barat akhir-akhir ini semakin menjurus pada kemaksiatan. Apa yang mereka suguhkan sangat berpengaruh terhadap pola piker umat Islam. Tak sedikit dari orang-orang Islam yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Di zaman sekarang ini, tak sedikit dari umat Islam yang lemah iman, karena telah salah kaprah dalam menyikapi isu globalisasi. Mereka seakan-akan kedatangan tamu istimewa, tamu pujaan hati yang telah lama diagung-agungkan. Sehingga dalam bayangan mereka, globalisasi adalah segala-galanya dan merupakan puncak dari modernisasi. Padahal ia sesungguhnya adalah tipu daya dari bangsa Barat belaka yang sengaja menjerat dan akan menjerumuskan umat Islam. Sesungguhnya globalisasi tidak jauh beda dengan imprialisme. Penyebaran globalisasi hampir selalu sejalan dengan penyebaran Neoliberalisme.
Globalisasi dengan konotasi itu merupakan penghambaan dan penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia agar tunduk pada prinsip-prinsip barat yang rusak dan menyesatkan. Globakisasi merupakan program yang bertujuan untuk mendayagunakan teknologi sebagai alat untuk mengokohkan kedudukan kepentingan Negara adidaya, memperbudak bangsa-bangsa lemah, menyedot sumber daya alamnya, meneror rakyatnya, manghambat perjalanannya, memadamkan kekuatannya, menghapus identitasnya dan mengubur keasliannya, reformasinya serta pembangunan peradabannya. Dengan kata lain globalisasi merupakan gurita yang menelikung dan mencekik leher dunia Islam.
Sasaran yang dikumandangkan globalisasi adalah menghilangkan jarak dan batas, serta perbedaan antara umat manusia yang berbeda-berbeda agar didomonasi kapitalisme yang tanpa batas, dikuasai informasi tanpa pengawasan. Dengan globalisasi semua keyakinan, pendapat dan pemikiran berbaur dan melebur sehingga yang tersisa hanyalah pemikiran materialisme Barat yang turanik. Lebih tegas lagi bahwa globalisasi menginginkan agar setiap elmen dunia khususnya umat Islam melepaskan keperibadiannya, keyakinannya, prinsip-prinsipnya untuk kemudian mengikuti pemikiran Barat dalam semua pola kehidupan.
Melihat strategi yang dicanangkan Barat dalam isu globalisasi di atas sungguh amat busuk. Mereka mempunya agenda terselubung dalam mengikis habis ajaran Islam yang dianut bangsa timur. Penyebaran itu mereka lakukan melalui penyebaran informasi dengan sistem teknologi moderennya yang dapat mengirim informasi keseluruh penjuru dunia. Melalui jalur ini mereka menguasai public opini yang tidak jarang berisi serangan, hinaan, pelecehan dan hujatan terhadap Islam dan mengesankan agama Islam sebagai teroris. Perang yang mereka lancarkan bukan hanya perang senjata namun juga perang agama. Mereka berusaha meracuni dan menodai kesucian Islam lewat idiologi sekuler, politik, ekonomi, sosbud, teknologi, komunikasi, keamanan dan sebagainya. Dengan berbagai cara mereka berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya. Secara perlahan-lahan tapi pasti mereka menggerogoti Islam dari dalam dan tujuan akhirnya adalah melenyapkan Islam dari muka bumi.
Globalisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting Dari semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan duniabaru yang lebih majudan beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah globalisasi tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai moderen jangan kita ukur dari moderennya pakaiannya, perhiasan dan penampilan, namun moderen bagi umat Islam adalah moderen dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, social budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
Untuk itu kita sebagai generasi Islam tidak boleh lengah dalam menghadapi maslah modernisasi dan globalisasi ini. Mari kita membentengi diri dan keluarga kita dengan keimanan dan ketaqwaan serta akhlakul karimah yang disertai dengan sumber daya yang kuat, terampil dan didukung oleh semangat persatuan kebersamaan. Insya Allah kita akan diberikan kekuatan dan kemenangan oleh Allah SWT dalam membela dan mempertahankan kejayaan agamanya yang suci ini.
BAB III
P E N U T U P
  1. A. Kesimpulan
Di zaman sekarang ini, tak sedikit dari umat Islam yang lemah iman, karena telah salah kaprah dalam menyikapi isu globalisasi. Mereka seakan-akan kedatangan tamu istimewa, tamu pujaan hati yang telah lama diagung-agungkan. Sehingga dalam bayangan mereka, globalisasi adalah segala-galanya dan merupakan puncak dari modernisasi. Padahal ia sesungguhnya adalah tipu daya dari bangsa Barat belaka yang sengaja menjerat dan akan menjerumuskan umat Islam. Sesungguhnya globalisasi tidak jauh beda dengan imprialisme. Penyebaran globalisasi hampir selalu sejalan dengan penyebaran Neoliberalisme
Globalisasi dengan konotasi itu merupakan penghambaan dan penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia agar tunduk pada prinsip-prinsip barat yang rusak dan menyesatkan. Globakisasi merupakan program yang bertujuan untuk mendayagunakan teknologi sebagai alat untuk mengokohkan kedudukan kepentingan Negara adidaya, memperbudak bangsa-bangsa lemah, menyedot sumber daya alamnya, meneror rakyatnya, manghambat perjalanannya, memadamkan kekuatannya, menghapus identitasnya dan mengubur keasliannya, reformasinya serta pembangunan peradabannya. Dengan kata lain globalisasi merupakan gurita yang menelikung dan mencekik leher dunia Islam.
  1. B. Saran
Kepada rekan-rekan generasi muda umat Islam yang kini sedang menempuh study di lembaga pendidikan Islam, baik di pondok-pondok pesantren, madrasah diniyah, ataupun di perguruan tinggi, mari kita bekali diri dengan ilmu pengetahuan agama dan sains serta teknologi. Kami harapkan kepada pondok-pondok pesantren jangan hanya semata-mata mengajarkan ilmu agama dari kitab-kitab kuning saja, namun juga harus membuka pendidikan yang berorientasi pada sains dan teknologi.
Karena umat Islam harus memiliki media komunikasi yang canggih untuk mengimbangi era modernisasi dan globalisasi yang serba canggih ini, baik teknologi informasi maupun komunikasi. Dan yang terpenting sekarang ini adalah, mari kita semua sama-sama berusaha membentengi diri dan keluarga dengan keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah dibarengi dengan sumber daya yang kuat, keterampilan kerja, ilmu pengetahuan dan teknologi, didukung semangat persatuan dan kesatuan, insya Allah kita akan diberi kemenangan dan kejayaan oleh Allah sepanjang waktu dan zaman.

Senin, 19 November 2012

pentingnya organisasi bagi mahasiswa

Pentingnya Organisasi Bagi Mahasiswa


Organisasi Bagi Mahasiswa

Menjadi seorang mahasiswa bukanlah hal mudah, namun bisa dipermudah jika kita mau untuk menjalaninya dengan baik. Caranya, kita harus menjalankan kewajiban kita sebagai mahasiswa dengan semestinya. Menjadi mahasiswa jangan hanya sebatas mahasiswa biasa. Kita harus mengikuti arus pergaulan kampus, tentunya pergaulan yang memberikan dampak positif bagi perkuliahan kita.

Di kampus, kita harus bisa membiasakan diri untuk menunjukkan rasa sosial yang tinggi. Itu semua bisa diwujudkan dengan bergabung dengan organisasi-organisasi yang ada di kampus. Disana kita bisa menunjukkan bahwa kita mampu memberikan dampak yang baik di lingkungan kampus. Kita harusnya bisa menjadi contoh bagi rekan-rekan kita yang lain maupun junior yang akan bergabung nantinya.

Organisasi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan mahasiswa yang menimba ilmu di kampus. Organisasi sebetulnya sangat penting untuk kebaikan kita sebagai mahasiswa, namun kesadaran berorganisasi itu sangat minim dewasa ini. Sudah semakin berkurang tampaknya mahasiswa yang berminat untuk bergabung dengan organisasi-organisasi yang ada di kampus. Padahal, dengan berorganisasi kita mampu menemukan jati diri kita sesungguhnya sebagai kaum intelektual. Tidak hanya sekedar duduk dan mendengarkan dosen memberi perkuliahan, tetapi kita juga bisa merasakan kepuasan menjadi seorang pemimpin pada sebuah organisasi.

Dalam berorganisasi, kita bisa mengenal dunia kampus lebih luas. Misalnya, kita adalah seorang mahasiswa yang tidak terbiasa dengan pidato ataupun sering gugup ketika berbicara di depan orang ramai, dengan berorganisasi kita akan dibina untuk hal itu. Setidaknya, keluar dari organisasi tersebut kita mampu untuk berbicara secara terbuka di depan orang banyak.

Aspek utama yang harus kita miliki dalam berorganisasi yaitu mental. Jika kita sudah punya mental untuk berlabuh pada sebuah organisasi, maka akan mudah bagi kita untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Setelah itu barulah kita melaksanakan pembinaan dalam organisasi tersebut dengan baik. Berbeda dengan orang yang tidak pernah berorganisasi, jangankan untuk berbicara di depan orang ramai, berdiskusi dengan ruang lingkup yang kecilpun tidak sanggup rasanya untuk berpendapat.

Betapa pentingnya organisasi tidak mampu kita ukur secara formal, namun bisa kita rasakan dengan perasaan. Dahulunya kita hanyalah seorang yang pendiam dan jarang bergaul, setelah mencoba untuk berorganisasi maka kita bisa untuk mengeluarkan pendapat dan berbicara dengan tenang. Kita tidak lagi merasakan gugup atau gemetar melihat kumpulan orang yang akan mendengar apa yang akan kita ucapkan.

Penulis sendiri dahulunya tidak memiliki skill untuk berbicara sedikitpun. Namun, setelah merasakan hidup berorganisasi, maka terasa sangat membantu disaat perkuliahan. Biasanya penulis hanya duduk-duduk dan mengobrol di belakang, namun setelah berorganisasi penulis lebih tertarik untuk duduk di bagian depan dan bertanya jawab dengan dosen bersama teman-teman lainnya. Itulah kira-kira gambaran yang mungkin bisa memotivasi mahasiswa di lingkungan kita ini memanfaatkan organisasi agar mampu menemukan jati dirinya sebagai mahasiswa.

Seorang mahasiswa akan mengarungi perjalanan panjang untuk meraih mimpinya sebagai seorang sarjana, kemudian mendapatkan pekerjaan yang layak tentunya. Begitulah kira-kira keinginan semua mahasiswa yang berjuang keras melewati perjalanan panjangnya selama duduk di bangku perguruan tinggi. Perjalanan panjang itu tidak boleh disia-siakan, karena kita harus bisa memanfaatkan segala hal yang baik untuk memberi hasil positif bagi diri kita sendiri. Akan lebih baik jika kita juga mampu memberikan dampak positif bagi orang lain.

Bagi mahasiswa yang belum menemukan jati dirinya sebagai seorang mahasiswa, maka berusahalah untuk bergabung dengan organisasi yang ada di kampus. Semua itu akan berguna untuk kelangsungan perkuliahan dan mampu menjalin persahabatan antara sesame mahasiswa di kampus. Janganlah menjadi mahasiswa seperti batu yang terselip dalam pondasi, yang hanya bertahan pada satu tempat berdiam. Sama halnya dengan mahasiswa yang hanya duduk di bangku kuliah tanpa memberikan umpan balik dalam perkuliahan.
Mungkin kita pernah mendengar istilah “mahasiswa kupu-kupu” yang artinya mahasiswa tersebut hanya datang untuk perkuliahan semata. Sementara untuk informasi lainnya yang ada di kampus tidak ia hiraukan jika tidak ada sangkut pautnya dengan mata kuliah. Sebaiknya, kita jangan mencontoh mahasiswa yang demikian. Hendaknya kita bisa menjadi mahasiswa sejati dan mampu memberikan dampak positif bagi kehidupan kita dengan berorganisasi di kampus.

 

MENAKAR PENTINGNYA ORGANISASI MAHASISWA

Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi Sedangkan organisasi mahasiswa yaitu organisasi yang berisikan mahasiswa1. Kemudian organisasi mahasiswa dibedakan menjadi 2 yaitu internal dan eksternal kampus. Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetatman, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Artinya dengan definisi tersebut kita memahami betapa besarnya tanggung jawab dari organisasi mahasiswa yang secara perlahan harus kita penuhi sebagai beban moral dalam memperjuangan apa yang digariskan para pendahulu republik Indonesia. Menjawab pertanyaan seberapa penting organisasi mahasiswa terdapat  berbagai metode. Dalam kesempatan ini penulis mencoba menggunakan 3 pisau analisa singkat, yang pertama secara yuridis, filosofis, dan terakhir sosiologis.
Secara yuridis ( peraturan Perundang-undangan ) organisasi mahasiswa telah memiliki payung hukum yang menjamin keberadannya yaitu PP NO. 60 tahun 1999 tt Perguruan Tinggi yang kemudian secara teknis dilindungi Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia NOMOR 155 /U/1998. Banyak hal yang dijelaskan dalam peraturan tersebut baik kedudukun, fungsi, tanggung jawab, hingga mengenai persoalaan pendanaan yang dapat berasal dari kampus atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan. Hal ini berakibat bahwa secara konstitusional organisasi mahasiswa di akui dan memiliki hak-hak serta kewajiban yang melekat sesuai peraturan tersebut.
Metode kedua yaitu pembedahan secara filosofis, persoalan fakta sejarah bahwa mahasiswa melalui organisasinya telah berkontribusi dalam pengawalan proses perubahan bangsa rasanya tak perlu banyak kita bahas. Penulis justru ingin mengemukakan apa yang dicetuskan oleh Paulo Freire (1921-1997) salah seorang tokoh pendidikan asal Amerika Latin. Paulo freire dalam konsepnya berusaha merubah sistem pendidikan gaya Bank yang banyak diterapkan di banyak negara maju (lebih lanjut silakan cari tt Pailo Freire) menuju sistem pembelajaran pemecahan masalah. Bahwa sistem pendidikan dimana pengajar lebih tau, pembelajaran hanya proses transfer ilmu dan pembelajaran teks book sangatlah tidak cocok dengan Negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan metode tersebut cenderung menciptakan pola pikir yang mekanis dan memposisikan diri menjadi tenaga kerja siap pakai. Seharusnya sistem pendidikan yang dibangun juga melibatkan peserta didik sebagai bagian pokok ( subjek pembelajaran ) yang memiliki peran yang sama dalam ruang pendidikan. Dan hal yang dibicarakan dalam kelas haruslah mengenai persoalan terdekat dari peserta didik. Dengan melihat hal tersebut jelaslah ormawa merupakan lingkungan yang sesuai menurut konsep poulo freire dimana kita belajar langsung mengenau tata kelola administrasi, manajemen organisasi, manajemen konflik, yang kemudian menciptakan mental dan jiwa organisasi yang kuat.
Pisau analisa terakhir yaitu pembedahan secara sosiologis atau kemanfatan untuk masyarakat banyak. Menilik kembali pada landasan operasional Organisasi mahasiswa yaitu Tri Dharma perguruan tinggi dalam poin tiga kita temukan “pengabdian masyarakat”, kemudian hal inilah yang menjadi ruh dalam proses penyusunan program-program kerja organisasi. Maka banyak kita temukan di berbagai organisasi yang memasukan program pengabdian masyarakat bahkan membentuk divisi khusus di dalamnya. Mungkin persoalannya kemudian seperti apa bentuk pengabdian tersebut apakah telah mencapai tahapan pemberdayaan berkelanjutan atau masih bersifat sporadik “datang –tinggal - kembali tahun depan”.
Terlepas dari argumen apapun yang kita bangun mengenai pentingnya organisasi mahasiswa, rasanya kritik otokritik tetap perlu dilakukan guna mengukur tahapan kerja-kerja organisasi yang telah kita lakukan, seberapa besar manfaat yang telah kita lakukan bagi mahasiswa, kampus, bahkan Bangsa dan Negara. Seberapa sering kita turun dalam persoalan realitas kehidupan di sekitar kita, anak putus sekolah, penggusuran, teknologi pertanian, kurang gizi dan berbagai persoalan dekat lainnya. Atau mungkin kita masih masih berkutat pada konflik-konflik internal yang melelahkan belum juga melakukan komunikasi, kordinasi, bahkan konsolidasi.
Manfaat Berorganisasi Bagi Mahasiswa
Beberapa manfaat berorganisasi bagi mahasiswa, yaitu:
1.      Memperluas pergaulan
2.      Meningkatkan wawasan/pengetahuan
3.      Membentuk pola pikir yang lebih baik
4.      Menjadi kuat dalam menghadapi tekanan
5.      Meningkatkan kemampuan berkomunikasi
6.      Melatih leadership (kepemimpinan)
7.      Belajar mengatur waktu
8.      Memperluas jaringan (networking)
9.      Mengasah kemampuan social
10.  Ajang latihan dunia kerja yang sesungguhnya
Tips agar organisasi bermanfaat
Beberapa tips bisa Anda jadikan pegangan dalam memilih organisasi, agar organisasi itu sesuai dan bermanfaat bagi Anda, antara lain:
1.      Lihat visi dan misi organisasi itu
2.      Pelajari jenis kegiatan yang dilakukan. Apakah sesuai dengan minat, kemampuan dan waktu luang Anda?
3.      Posisi apa saja yang ada dalam organisasi itu. Sesuaikan posisi yang Anda inginkan. Pelajari kemungkinan Anda menduduki posisi itu.
4.      Setelah bergabung tunaikan hak dan kewajiban Anda dengan bersemangat. Coba paling tidak 3 bulan
5.      Jika selama 3 bulan Anda merasakan manfaatnya maka teruskan, dan jika tidak bermanfaat segeralah mundur dan cari organisasi lain yang lebih sesuai.
Manfaat Ikut Organisasi Mahasiswa di Kampus
Dengan mengikuti organisasi mahasiswa, manfaatnya banyak sekali untuk masa depan kamu. Dengan catatan, kamu berperan sebagai partisipan aktif, bukan sebagai anggota yang sekedar terdaftar namanya saja dan jarang mengikuti kegiatan yang diadakan. Kalau hanya namanya yang terdaftar, kamu akan melewatkan kesempatan-kesempatan untuk mempelajari soft skills yang nantinya berguna di dunia kerja. Lalu kalau ikut, keuntungan apa yang kamu peroleh? Soft skills seperti apa yang dapat kamu pelajari? Apa manfaatnya di dunia kerja nanti? Nah di bawah ini dijelaskan beberapa diantaranya:
1.      Melatih Leadership
Ketika ikut organisasi, pastinya akan ada banyak hal yang harus kamu urus seperti acara-acara organisasi, yang tentunya melibatkan banyak orang, baik itu sesama mahasiswa anggota organisasi ataupun orang-orang di luar organisasi. Mahasiswa yang ikut organisasi kampus umumnya memiliki sikap dan karakter yang lebih aktif dibanding mereka yang tidak ikut organisasi. Mereka lebih banyak terlatih dalam mengutarakan pendapat di hadapan orang lain ataupun menggerakkan dan mengarahkan teman-teman sesama anggota ketika organisasi sedang mengadakan suatu acara. Jika saat ini belum terbayang seperti apa rasanya mengarahkan teman-teman sendiri, jika nanti sudah berpartisipasi dalam organisasi, sadar atau tidak sadar, kamu akan terperangah bahwa sesungguhnya kamu mampu melakukannya. Di dunia kerja, keterampilan leadership ini pasti bermanfaat sekali. Seringkali di lowongan-lowongan kerja memasukkan leadership sebagai salah satu kriteria untuk calon karyawan barunya, meskipun untuk posisi level staf yang sebenarnya tidak memiliki bawahan. Kamu yang mengikuti organisasi mahasiswa dipandang lebih memiliki inisiatif serta dapat memotivasi dan mengarahkan diri sendiri dan rekan dalam bekerja. Atasan juga lebih senang karena tidak harus mengarahkan kamu terus menerus.
2.      Belajar Mengatur Waktu
Dengan ikut organisasi, memang waktu yang biasa kamu gunakan untuk belajar dan mengerjakan tugas akan berkurang. Sementara itu, kuantitas tugas kuliah tetap sama saja antara kamu yang ikut organisasi dan teman-teman lain yang tidak ikut organisasi. Agar keduanya dapat berjalan sama-sama lancar dan tidak ada yang terbengkalai, manajemen waktu yang baik mutlak harus kamu lakukan. Mungkin pada awalnya, kamu akan sedikit kewalahan membagi waktu untuk kuliah dan organisasi. Tapi, lama-lama kamu akan semakin terbiasa. Selanjutnya, kebiasaan ini dapat terus terbawa sepanjang sisa hidup kamu. Setelah bekerja di kantor nanti, kamu akan lebih terlatih dalam mengelola tugas-tugas yang jumlahnya tidak sedikit dan menetapkan prioritas tugas mana yang harus lebih dulu dikerjakan.
3.      Memperluas Jaringan atau Networking
Di dalam organisasi akan banyak orang baru yang kamu kenal. Teman-teman mahasiswa seangkatan, senior, mahasiswa dari jurusan lain, orang lain atau praktisi di bidang organisasi atau jurusan yang kamu pilih, dan sebagainya. Mereka ini (bisa juga disebut sebagai jaringan) jangan diremehkan, karena merupakan aspek yang penting, terutama bagi fresh graduate dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Dari mereka, kamu akan dapat memperoleh informasi mengenai lowongan pekerjaan. Entah itu dari kantor tempat mereka bekerja atau dari informasi yang mereka miliki. Dan menurut kebiasaan di berbagai perusahaan, rekomendasi kandidat dari karyawan yang sudah bekerja di perusahaan tersebut biasanya prosesnya bisa lebih cepat, karena mereka telah memiliki gambaran dari karyawan dalam tersebut mengenai kamu sebagai calon karyawan baru.
4.      Mengasah Kemampuan Sosial
Mereka yang tergabung dalam organisasi, umumnya secara sosial juga lebih aktif dibanding mereka yang tidak ikut organisasi. Jika ikut organisasi, kamu juga akan terlatih berinteraksi dengan berbagai macam tipe orang. Tidak hanya teman-teman satu jurusan, tapi juga dengan teman-teman dari program studi yang lain. Dengan ini, tentu akan semakin memperluas pemahaman kamu akan berbagai karakteristik orang. Sesuai pengetahuan umum, manusia adalah individu unik. Semakin luas pergaulan kamu, maka pemahaman kamu akan manusia dapat semakin kaya. Saat bekerja nanti, keterampilan ini akan sangat membantu. Kamu akan lebih berpengalaman berinteraksi dengan berbagai karakter rekan kerja, sehingga nantinya akan memudahkan kinerjanya kamu.
5.      Problem Solving dan Manajemen Konflik
Banyak berinteraksi dengan orang dengan berbagai karakteristiknya, merupakan hal yang lumrah jika satu atau dua kali terlibat konflik dengan mereka. Demikian juga di dunia kerja, di mana deadline yang mendesak, rekan kerja yang kurang kooperatif atau sukanya menjatuhkan rekan kerja di depan atasan, dan lainnya yang rentan menimbulkan konflik. Jika sudah terbiasa mengatasi masalah dan konflik, kamu tidak akan kaget lagi dan sudah terbayang hal-hal yang sebaiknya dilakukan untuk menyelesaikan masalah agar tidak sampai menurunkan perfoma kerja. 
 
Kenapa kita dianjurkan berorganisasi..??
1. Menyadari bahwa kita Punya Potensi, semua manusia punya potensi tapi yang terjadi adalah potensi itu mati karena tidak dikembangkan, di organisasi kita bisa mengembangkan potensi kita lewat peran yang diberikan kepada kita untuk menanggungjawabi sebuah bidang yang sesuai dengan kita, awalnya susah, lakukan kebiasaan ini maka kita tahu ternyata kita punya potensi untuk bisa.
2. Menghargai Persahabatan dan Perbedaan pendapat, tentunya dengan berorganisasi kita akan terus menjalin interaksi dengan sahabat lainya serta tidak dapat kita pungkiri bahwa manusia itu memiliki aneka pikir tentang berbagai fenomena yang ada, lewat organisasi kita akan faham atas ini.
3. Mampu memecahkan Masalah, di organisasi tidak bisa kita pungkiri bahwa kita dihadapkan dengan ribuan masalah dan sebagai member dari organisasi kita bertanggung jawab atas organisasi tersebut, sering timbulnya masalah ini melatih cara kita untuk berfikir secara sistematika untuk pemecahan masalah. 
4. Percaya diri dan Lebih dari yang lain, orang yang berorganisasi dalam mengemukakan pendapat saat berdiskusi seolah ada unsur lebih percaya diri disana, hal ini disebabkan karena di dalam organisasi itu sendiri telah diatur tata cara mengemukakan dan teknik mengemukakan pendapat, selain itu orang yang berorganisasi lebih berani mengemukakan sebuah pendapat yang disertai oleh contoh karena telah sering diulas dan langsung disaksikan oleh member dari orang yang berorganisasi itu.
5. Peka terhadap masalah yang ada, Pelajar dan Mahasiswa harus peka terhadap masalah yang ada disekitarnya dan dapat menjadi kontrol kebijakan pemeritah.
6. Share ilmu, sudah jelas seringnya kajian dan pertemuan di organisasi bisa menjadi media tukar ilmu bagi pelajar dan Mahasiswa.
 
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi mahasiswa berperan sebagai ajang simulasi atau latihan dunia kerja yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena bangku sekolah atau perkuliahan tidak mengajari kemampuan-kemampuan yang tergolong soft skills seperti ini. Saat berada di dalam kelas, kita sebatas mendapat pengetahuan teknis akan suatu disiplin ilmu. Di buku-buku teks yang banyak dijual di pasaran sebenarnya banyak mencantumkan teori-teori dan tips-tips praktis mengenai soft skills ini. Namun jika tidak dipraktekkan ke dalam bentuk perbuatan nyata atau benar-benar melakukannya, ya sama saja nihil. Karena berkaitan dengan soft skills ini, ada perbedaan mendasar antara tahu teori dan mampu mempraktekkannya ke dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di kantor. Berdasarkan pengalaman para recruiter perusahaan, seringkali memiliki riwayat organisasi memang merupakan nilai tambah bagi calon pegawai baru. Seperti poin-poin mengenai manfaat organisasi di atas, kebanyakan perusahaan berpendapat bahwa calon pegawai yang memiliki pengalaman organisasi lebih terlatih jiwa kepemimpinannya, memiliki manajemen waktu yang lebih baik, jaringannya yang lebih luas, keterampilan interpersonalnya juga lebih baik, serta pemilihan solusi dan pemecahan masalah yang lebih baik dan lebih terlatih menyelesaikan konflik jika dibanding mereka yang tidak memiliki pengalaman organisasi.
Sumber :
 
 
 
 

Urgensi mereformasi semboyang “ RAKUS” dalam dunia mahasiswa (Suatu telaah kritis demi mencetak insan akademis dan berakhlak)


Mahasiswa pada pinsipnya adalah sosok yang memegang tiga zona peranan penting yakni Agent of change, social control, dan  agent of moral. Dalam rangka proses internalisasi peranan tersebut dalam jiwa mahasiswa, maka dipopulerkanlah semboyang “RAKUS(Rasional, analitis, kritis, Universal, Sistematis)”.  
Sebelum membedah lebih jauh tentang mengapa semboyang KRITIS harus direformasi, penulis akan memaparkan secara deskriptif tentang semboyang tersebut. Huruf inisial dari kata “RAKUS” ala mahasiswa tersebut adalah ‘R’ yang merupakan singkatan dari kata “Rasional”. Rasional adalah kata sifat atau adjective yang berati sesuai dengan pikiran atau pertimbangan yang logis. Huruf yang kedua adalah ‘A’ yang merupakan simbol dari kata sifat ‘Analitis’ yang defenisinya adalah suatu pemahaman terhadap situasi/masalah dengan menguraikan masalah tersebut menjadi bagian-bagian kecil, atau melacak implikasi dari situasi tersebut bertahap. Huruf ke tiga adalah ‘K’ dari kata ‘Kritis’. Salah satu defenisi kritis menurut Halpen (1996) adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Huruf yang keempat adalah ‘U’ yang diambil dari inisial kata’Universal’ yang dalam KBBI berarti umum atau berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia. Dan yang terakhir adalah ‘S’ dari kata ‘Sistematis’ yang artinya cara berfikir yang teratur menurut sistem atau dengan cara yang diatur baik-baik.
Dari kelima semboyang di atas, semuanya mengerucut pada nilai khasanah intelektual semata. Baik rasional, analitis, kritis, universal, maupun sistematis adalah sesuatu yang sifatnya menahkodai seorang mahasiswa ke samudra intelektual. Penulis sendiri tidak menghakimi semboyang tersebut sebagai semboyang yang sifatnya destruktif, sebab intelektualitas yang tinggi memang seyogyanya menjadi santapan mahasiswa dewasa ini. Namun secara de facto, semboyang ini tidak mempertimbangkan nilai-nilai moral atau akhlak di dalamnya. Sehingga mahasiswa hari ini, terlebih mahasiwa ‘ingusan’ akan hanya terdoktrin dengan nilai-nilai intelektualitas yang akan menguasainya tanpa adanya nilai-nilai moral atau nilai akhlak yang mengawal dan mengontrol jika intelektualitas tersebut mengarah ke’ aliran kiri’.
Dengan demikian, sudah selayaknya jika semboyang RAKUS tersebut direformasi menjadi ‘MoRAKUS’. ‘Mo‘ adalah singkatan dari ‘Moralis’ yang berarti manusia yang hidup sesuai dengan nilai-nilai moralitas. Persilangan Intelektualitas dengan Moralitas akan menghasilkan insan akademis yang bertanggung jawab..
 

MAKALAH SEPAKBOLA

MAKALAH SEPAK BOLLA
Memenuhi tugas dari;
Drs.Suardi, M.Pd( Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia )

Oleh ;IKHSAN NISSAN NURANSYARI
FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI "C"
STOEM BONGAYA MAKASSAR
 TAHUN AJARAN 2012/20113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sepakbola adalah suatu permainan beregu yang dimainkan masing-masing regunya terdiri dari sebelas orang pemain termasuk seorang penjaga gawang. Sepakbola adalah permainan yang sangat populer, karena permainan sepakbola sering dilakukan oleh anak-anak, orang dewasa maupun orang tua.
Saat ini perkembangan permainan sepakbola sangat pesat sekali, hal ini ditandai dengan banyaknya sekolah-sekolah sepakbola (SSB) yang didirikan. Tujuan dari permainan sepakbola adalah masing-masing regu atau kesebelasan yaitu berusaha menguasai bola, memasukan bola ke dalam gawang lawan sebanyak mungkin, dan berusaha mematahkan serangan lawan untuk melindungi atau menjaga gawangnya agar tidak kemasukan bola. Permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang memerlukan dasar kerjasama antar sesama anggota regu, sebagai salah satu ciri khas dari permainan sepakbola.
Untuk bisa bermainan sepakbola dengan baik dan benar para pemain menguasai teknik-teknik dasar sepakbola. Untuk bermain bola dengan baik pemain dibekali dengan teknik dasar yang baik, pemain yang memiliki teknik dasar yang baik pemain tersebut cenderung dapat bermain sepakbola dengan baik pula.
Teknik-teknik dasar dalam permainan sepakbola ada beberapa macam, seperti stop ball (menghentikan bola), shooting (menendang bola ke gawang), passing (mengumpan), heading (menyundul bola), dan dribbling (menggiring bola).

           1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini penulis rumuskan sebagai berikut :
a. Apa saja teknik dasar permainan sepakbolla ?
b. Apakah yang harus dilakukan pemain pemula?
c. Apa saja yang kita butuhkan untuk bisa bermain sepakbolla dengan baik?
           1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk menambah wawasan,pengetahuan, dan pengalaman penulis mengenai masalah yang dibahas dalam makalah ini. Disamping itu, tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sepak Bolla.
BAB II
ISI

A. TEKNIK DASAR PERMAINAN SEPAK BOLA
Pada dasarnya permainan sepakbola merupakan suatu usaha untuk menguasai bola dan untuk merebutnya kembali bila sedang dikuasai oleh lawan. Oleh karena itu, untuk dapat bermain sepakbola harus menguasai teknik-teknik dasar sepakbola yang baik.
Untuk dapat menghasilkan permainan sepakbola yang optimal, maka seorang pemain harus dapat menguasai teknik-teknik dalam permainan. Teknik dasar bermain sepakbola adalah merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan atau mengerjakan sesuatu yang terlepas sama sekali dari permainan sepakbola.
Adapun mengenai teknik dasar sepakbola dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
 
1. Teknik tanpa bola, yaitu semua gerakan-gerakan tanpa bola terdiri dari :
a. Lari cepat dan mengubah arah.
b. Melompat dan meloncat.
c. Gerak tipu tanpa bola yaitu gerak tipu dengan badan.
d. Gerakan-gerakan khusus untuk penjaga gawang.

2. Teknik bola, yaitu semua gerakan-gerakan dengan bola, terdiri dari :
a. Mengenal bola
b. Menendang bola (shooting)
c. Menerima bola : menghentikan bola dan mengontrol bola
d. Menggiring bola (dribbling)
e. Menyundul bola (heading)
f. Melempar bola (throwing)
g. Gerak tipu dengan bola
h. Merampas atau merebut bola.
i. Teknik-teknik khusus penjaga gawang.
Khusus dalam teknik dribbling (menggiring bola) pemain harus menguasai teknik tersebut dengan baik, karena teknik dribbling sangat berpengaruh terhadap permainan para pemain sepakbola.
 
3. Teknik dribbling (menggiring bola) terbagi menjadi tiga macam :
a. Teknik dribbling dengan kura-kura bagian dalam.
b. Teknik dribbling dengan kura-kura penuh (punggung kaki).
c. Teknik dribbling dengan kura-kura bagian luar.
Disamping itu, kecepatan dalam dribbling (menggiring bola) sangat dibutuhkan untuk
menunjang penguasaan teknik tersebut. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan
gerakan-gerakan yang sejenis secara berurut-urut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

B. JURUS PINTAR BERMAIN SEPAK BOLA

1. Karakteristik passing;
a. Waktu tempuh lebih cepat.
b. Perpindahan bola tidak selalu disertai perpindahan pemain, konfigurasi posisi para Pemain di lapangan relatif terjaga
c. Hemat tenaga.
 
2. Adapun karakteristik dribbling;
a. Waktu tempuh lebih lambat.
b. Terjadi perpindahan bola dan pemainnya sekaligus, terjadi overlap ataupun switch posisi pemain.
c. Boros tenaga.
 
3. Kapan passing dan kapan dribbling;
a. Utamakan passing; Lakukan dribbling hanya jika Anda tidak mungkin untuk melakukan passing, yakni jika belum ada teman yang bisa atau bagus untuk diberi umpan.
b. Silakan dribbling; tapi jika bola yang Anda bawa terancam terebut (ada hadangan pemain lawan atau ada pressing dari lawan) maka umpankan bola kepada teman yang bisa diumpani. Ingat, berusaha melewati hadangan atau pressing lawan belum tentu menyelamatkan bola, tetapi mengumpankannya kepada teman sudah pasti menyelamatkan bola. Jangan gambling dan jangan berspekulasi! Cari aman!
c. Lakukan dribbling untuk menarik lawan ke arah Anda dan pada saat yang sama menciptakan ruang yang bagus untuk teman Anda.
d. Untuk striker:
• jika satu-satunya peluang passing berarti offside maka giring saja bolanya.
• jika dribbling lebih prospektif untuk mencetak gol daripada mengumpankan bolanya, it doesn’t matter to dribble and then score!
 
4. Pemain belakang jangan banyak giring; Adalah berbahaya jika pemain belakang bermain-main dengan bola di daerah pertahanannya.
 
5. Alirkan terus bolanya; Meski tim Anda tidak sedang di-press, tim Anda harus terus mengalirkan bola dari kaki ke kaki, dalam rangka;
a. mencari-cari celah yang bisa dimasuki untuk melakukan penyerangan.
b. menghargai setiap detik yang berjalan dalam waktu 2 x 45 menit.
6. Pergerakan tanpa bola (running);
a. Para pemain harus terus bergerak agar selalu ada yang siap untuk diberi umpan dalam jarak passing (Ini namanya support). Ciptakan selalu formasi segitiga passing ketika tim Anda menguasai bola. Lakukan terus hal itu sepanjang pertandingan. (Tentang jarak passing: jangan terlalu dekat jika tidak ada lawan yang berusaha memotong, dan jangan pula terlalu jauh karena umpan akan bisa dipotong lawan).
b. Lakukan pergerakan untuk menciptakan ruang bagi teman Anda.

C. MENGUMPAN

1. Mengumpan dan menerima bola; yang terpenting dari sepakbola. Siapa tidak bisa passing, ia tidak bisa bermain sepakbola.
 Mengapa umpan? Karena mengumpan lebih efisien daripada menggiring.
 Camkan pula bahwa pembawa bola yang baik selalu mengumpan bola sebelum ia ‘habis’. Jadi jangan kalau sudah ‘habis’ baru mengumpankan bolanya. Sebab jika demikian, bolanya pasti bola yang ‘tidak enak’.
 
2. Beberapa kesalahan dalam mengumpan;
a. Laju bola tidak sesuai dengan jarak passing (terlalu keras atau terlalu lembek). Jika terlalu keras, bola tak terjangkau teman. Jika terlalu lembek, bola terpotong lawan.
b. Umpan tidak akurat.
c. Mengumpan padahal waktunya menembak.
 
3. Jangan pernah asal tendang bola; (kecuali dalam keadaan genting didepan gawang : sapu bersih). Lihat situasi lalu ambil keputusan yang terbaik. Soal visi, posisikan diri selalu memiliki pandangan terbuka pada lapangan (open to the field).

4. Mengumpan tidak harus pas ke orangnya;
Contoh :
a. Jika teman kita sedang berlari, kita memberinya umpan pada ruang kosong didepannya.
b. Jika kita ingin teman kita merangsek ke depan dalam waktu yang lebih cepat, kita memberinya umpan pada ruang kosong didepannya sehingga ia berlari kedepan untuk mengejar bola tersebut.
c. Umpan terobosan.
 
5. Menerima bola tidak selalu harus menghentikannya;
a. Bisa langsung diarahkan pada teman.
b. Diarahkan ke arah kita akan berlari membawa bola (sehigga lebih hemat waktu).
c. Diarahkan ke arah kosong menjauh dari lawan terdekat (untuk mengurangi pressing pada diri kita).
 
6. Beberapa macam passing; umpan 1-2 (wall pass), umpan terobosan (through pass), umpan silang (crossing), dan umpan diagonal.

D. KUNCI MEMBANGUN TIM YANG KUAT

1. Kunci pertama; adalah kerja keras dan militansi. Ingat-ingatlah bahwa tim yang skillful bisa kalah oleh tim yang ngoyo. Sebaliknya, tim yang diatas kertas dinyatakan lebih unggul bisa kalah jika ia bermain tanpa daya juang.
 
2. Kunci kedua; tidak ada prestasi tanpa berlatih. Practice makes perfect! Itulah mengapa tim-tim besar yang sudah kesohor sekalipun masih saja terus berlatih. Meski pemain-pemainnya sudah hebat kemampuannya, terus berlatih adalah hal mutlak yang tidak bisa ditinggalkan. Itu pulalah yang menjadi alasan mengapa pemain profesional yang sering mangkir latihan pasti tidak akan dimasukkan dalam squad inti sebuah tim.
 
3. Kunci ketiga; percayalah kepada diri sendiri (self confidence). Percayalah, kemampuan dan keterampilan akan berkurang dan bahkan hilang ketika kepercayaan diri telah hilang. Sebaliknya, performa akan memuncak ketika kepercayaan diri juga memuncak.
 
4. Kunci keempat; disamping kita percaya kepada diri sendiri, kita juga harus memberikan kepercayaan kepada teman-teman kita. Jangan pernah bersikap pilih kasih.
 
5. Kunci kelima; Anda harus bekerjasama dan tidak boleh egois. Sepakbola adalah olahraga tim. Kekuatannya akan hilang jika orang-orang yang ada dalam tim bermain sendiri-sendiri, meski bersama-sama.

E. BEKAL BERMAIN SEPAK BOLA

1. Keunggulan fisik, yang meliputi; ketahanan (endurance), kekuatan (strength) dan kecepatan (speed). Ketahanan berarti kita kuat bermain selama waktu yang cukup panjang tanpa tersengal-sengal alias kehabisan nafas (ketahanan aerobik) ataupun ngilu-ngilu (ketahanan otot). Kekuatan berarti otot-otot tubuh kita cukup kuat untuk menendang dengan keras, melempar bola cukup jauh, melakukan body charge dengan kuat, dan sebagainya. Adapun kecepatan bermakna kita bisa berlari dengan cepat (sprint) baik ketika membawa bola ataupun ketika tidak membawa bola.
 
2. Ketrampilan (skill); Yang disebut dengan skill disini terutama adalah fundamen (teknik-teknik dasar) sepakbola, yang meliputi mengumpan dan menerima (passing and receiving), menembak (shooting), mengontrol bola dengan berbagai anggota badan, melindungi bola, dan menggiring (dribbling).
 
3. Kita membutuhkan kerjasama (teamwork); Sebuah tim akan bermain dengan baik jika semua pemain saling bekerjasama dengan jalinan komunikasi yang baik. Tidak ada yang egois. Semuanya bermain untuk tim.
 
4. Taktik dan strategi yang baik; Jika dua tim sama-sama memiliki materi pemain yang kuat fisiknya, terampil mengolah bola, dan bisa bekerjasama, maka faktor strategi dan taktik akan menentukan tim mana yang akan menang. Tim yang bermain dengan strategi dan taktik yang lebih cerdas pastilah yang akan menang.
Dan selain keempat hal itu, yang tidak boleh ketinggalan adalah mental yang positif. Semua pemain harus memiliki kepercayaan diri, optimisme dan semangat.
 
F. MENEKAN DAN DI TEKAN

1. Jangan biarkan tim lawan menguasai bola; Jika tim lawan memegang bola, lakukan pressing sesegera dan seketat mungkin. Begitu seorang pemain lawan diberi umpan, segera hampiri dan press! Tapi ingat, yang lainnya harus menutup kemungkinan pemain yang dipress tadi untuk melakukan passing kepada temannya. Jika yang lain tidak menutup, ya sama aja bohong. Kasihan dong teman kita yang melakukan pressing. Dia bakal sia-sia.
 
2. Bagaimana jika Anda di-press;
a. Berikan segera bolanya kepada teman Anda yang posisinya lebih bagus (yang tidak sedang di-press).
b. Giringlah bola terlebih dahulu ke ruang kosong yang ada untuk lepas dari press. Ambil visi, pikirkan secepat mungkin yang mesti Anda perbuat, dan segera lakukan.
c. Jika Anda hanya di-press 1 orang lawan dan Anda yakin bisa mengalahkannya, kalahkan dia. Tapi jika Anda tidak yakin, jangan memaksakan diri. Cari aman! Ingat juga: hindari berduel dengan cara ’gaprakan’. Itu gambling besar. Kalahkan dia dengan manuver yang cantik dan cerdas.
Catatan penting: Untuk tahap awal, lebih baik jika Anda melakukan langkah 1 & 2 diatas.

G.SEMUA MENYEBAR

1. Ketika bermain sepakbola, sadarilah bahwa Anda sedang bermain di lapangan sepakbola, bukan lapangan futsal. Manfaatkan luas lapangan. Ketika tim Anda memegang bola, berpencarlah diatas luas lapangan! Mengapa? Untuk mengurangi pressing tim lawan terhadap tim Anda. Tim Anda akan lebih leluasa untuk melakukan umpan-umpan dan mengontrol bola, juga punya waktu yang cukup untuk mengambil visi terhadap lapangan dan berpikir apa yang akan diperbuat terhadap bola.
 
2. Jangan bikin ruwet permainan akibat semua pemain ’ngruwel’ di sekitar bola. Jangan main sepakbola seperti anak-anak! Tahu bagaimana itu? Dimana ada bola disitu semua bergerombol. Kemana bola berhembus kesitu semua berebutan. Tahu nggak, sangat tidak enak untuk ditonton.
 
3. Kalau ada 1 pemain lawan membawa bola, paling banyak 2 orang saja yang berusaha melakukan pressing terhadapnya. Yang lainnya bergerak untuk menutup kemungkinan pemain lawan tersebut melakukan passing kepada teman-temannya. Ingat:TUTUP!

H. BERLARI TANPA BOLA
Dalam sepakbola, Anda tidak hanya bergerak dan berlari ketika membawa bola. Para pemain harus terus bergerak meski tidak sedang membawa bola. Inilah salah satu hal yang membedakan sepakbola anak-anak dengan sepakbola orang dewasa. Ini pula yang membedakan sepakbola orang dewasa yang ngerti sepakbola dengan orang dewasa yang seperti anak-anak. Namun perlu diingat, bergerak disini tidaklah asal bergerak atau asal berlari. Semuanya harus dilakukan dalam bingkai strategi dan taktik.
 
1. Berlari tanpa bola (run) ada dua macam ;
a. run untuk menciptakan ruang bagi yang lain. Lakukan run ini secara ‘berisik’ (terlihat) dan melewati depan lawan untuk menarik perhatiannya agar mengikuti Anda.
b. run untuk siap diberi umpan. Lakukan run ini secara ‘sunyi’ (tidak terlihat) agar tidak menarik perhatian lawan. Secara umum, jangan terlalu dini melakukan run ini agar lawan tidak sempat untuk mengantisipasinya.
Beberapa Catatan Seputar Umpan-mengumpan;
1. Perbandingan antara umpan bawah dan umpan lambung:
 Karakteristik umpan bawah;
a. Biasanya dilakukan dengan foot inside (kaki bagian dalam).
b. Akurasi lebih tinggi.
c. Untuk umpan jauh, waktu tempuh lebih lama, akibat gesekan bola dengan rumput.
d. Lebih mudah diterima (dikontrol).
e. Bisa dipotong lawan.
f. Bisa untuk umpan jauh, tetapi tidak bisa untuk umpan yang sangat jauh.
 Adapun karakteristik umpan lambung;
a. Dilakukan dengan foot instep (punggung kaki bagian dalam),
b. Akurasi lebih rendah, bola sering fifty-fifty,
c. Untuk umpan jauh, waktu tempuh lebih cepat,
d. Eebih sulit diterima (dikontrol),
e. Tidak bisa dipotong lawan,
f. Cocok untuk umpan yang sangat jauh.
 
2. Bagaimana mengumpan: Mengumpan tidak harus diarahkan persis ke kaki teman kita. Dalam mengumpan, bola juga bisa diarahkan ke ruang kosong di sekitar teman kita. Contohnya; jika teman kita sedang berlari, arahkan bola didepannya, sehingga semuanya berjalan lebih cepat.
 
3. Mengumpan balik dan mengumpan ke belakang: Lakukan umpan balik kepada pengumpan jika Anda di-press hebat sementara tidak ada teman lain yang lebih prospektif untuk Anda umpani. Tentu saja si pengumpan juga harus memungkinkan untuk Anda beri umpan balik (tidak sedang di-press). Jika tidak ada satupun yang bisa Anda beri umpan, termasuk mengumpan balik kepada pengumpan, maka Andalah yang harus berjuang keras untuk menyelamatkan bola.
Mengumpan ke belakang dilakukan jika densitas pemain lawan di daerah mereka sangat rapat sehingga tidak ada celah untuk menusuk ke depan. Dengan mengumpan ke belakang, beberapa dari pemain lawan akan terpancing meninggalkan daerah mereka sehingga terbukalah celah bagi kita untuk masuk ke depan.
 
4. Beberapa cara menerima bola:
a. Menghentikan bola.
b. Memantulkan ke ruang kosong.
c. Langsung diumpankan kepada teman.
d. Biarkan lewat dan kejar.
e. Biarkan lewat untuk teman.
 
5. Umpan dari kiper:
a. Tendangan langsung ke depan. Langsung kearah pertahanan lawan, hanya saja tidak menjamin penguasaan bola. Pada menit-menit terakhir, tim yang tertinggal hampir selalu memakai umpan kiper jenis ini.
b. emberikan bola kepada pemain belakang. Lebih menjamin penguasaan bola. Dilakukan kearah samping kiri atau kanan lapangan. Dilakukan jika ada pemain belakang yang kosong.

I. PELANGARAN DAN TENDANGAN BEBAS

1. Ada dua macam tendangan bebas :

a. Tendangan bebas langsung (direct free kick); Tendangan bebas langsung adalah tendangan bebas yang bisa langsung menjadi gol meskipun belum menyentuh pemain yang lain. Jika tendangan bebas langsung dilesakkan kedalam gawang lawan sebelum menyentuh pemain yang lain maka tim lawan mendapatkan tendangan gawang.
Tendangan bebas langsung diberikan karena pelanggaran-pelanggaran berikut ini :
1. Menendang atau berusaha menendang lawan.
2. Mengganjal atau berusaha mengganjal lawan.
3. Menabrak lawan.
4. Memukul atau berusaha memukul lawan.
5. Mendorong lawan.
6. Melompat kepada lawan.
7. Menarik anggota tubuh atau pakaian lawan.
8. Membuat kontak dengan lawan sebelum menyentuh bola saat melakukan tackling.
9. Meludahi lawan.
10. Hand-ball.
Perlu diketahui, wasit bisa memutuskan tendangan penalti jika pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan didalam kotak penalti.
 
b. Tendangan bebas tidak langsung (indirect free kick; Sedangkan tendangan bebas tidak langsung hanya bisa menjadi gol jika terlebih dulu menyentuh pemain lain (termasuk kiper). Untuk menunjukkan bahwa tendangan bebas adalah tidak langsung, wasit harus mengangkat salah satu tangannya sampai bola ditendang.
Tendangan bebas tidak langsung diberikan karena pelanggaran-pelanggaran berikut ini :
1. Yang berlaku untuk semua pemain :
a. Cara bermain yang berbahaya – yakni membahayakan diri sendiri ataupun lawan – (seperti : menendang terlalu tinggi didekat lawan, menyundul bola yang terlalu rendah yang akan ditendang oleh lawan, dsb).
b. Menghalangi pergerakan lawan dengan badan, sementara ia jauh dari bola (lebih dari 3 feet).
c. Menghalangi kiper mengambil bola.
d. Ketika kartu kuning atau kartu merah diberikan, sementara wasit tidak memberikan tendangan bebas langsung.
2. Yang hanya berlaku untuk kiper :
a. Memegang bola lebih dari enam detik.
b. Memegang bola yang diumpan balik dengan kaki oleh teman sendiri (namun jika bola tersebut diumpan balik oleh teman tidak dengan kaki, boleh dipegang oleh kiper).
c. Memegang bola yang dilempar kedalam oleh teman sendiri.
d. Secara sengaja mengambil kembali bola yang telah dilepas.
2. Tentang hand-ball:
perlu diketahui bahwa bukanlah hand ball jika seorang pemain menyentuh bola karena ;
1. Secara refleks berusaha melindungi dirinya dari cedera, atau
2. Bukan dia yang menyentuh bola tetapi bola yang mengarah kepada dirinya sementara lengannya dalam keadaan pasif.

J. TIPS SINGKAT TENDANGAN POJOK
Tendangan pojok (corner kick, kadang juga disebut sepak pojok) merupakan salah satu jenis set piece (bola mati) dalam permainan sepakbola. Bisa dibilang tiga puluh persen gol tercipta dari tendangan pojok. Jika demikian, kita harus menaruh perhatian yang besar terhadap tendangan pojok, baik sebagai tim yang mendapatkan tendangan pojok ataupun sebagai tim yang bertahan dari tendangan pojok.
1. Tendangan pojok biasanya diterima dengan sundulan keras ke gawang lawan (attacking header). Bertahan dari tendangan pojok biasanya juga dilakukan dengan sundulan jauh ke arah depan samping menjauhi gawang (defensive header).
2. Tendangan pojok biasa dilakukan dengan bola lambung ke depan gawang. Jangan terlalu tinggi karena kiper pasti akan memenangkan bola karena ia boleh menggunakan tangannya.
3. Kadangkala, tendangan pojok bisa diarahkan ke tiang jauh gawang jika ada teman satu tim yang bersiaga disana.
4. Hendaknya ada satu atau dua orang teman yang berdiri bebas untuk mengantisipasi bola mental.
5. Bertahan dari tendangan pojok biasanya dilakukan dengan mengawal lawan satu persatu (man-to-man marking).
6. Bagi tim bertahan, hendaknya ada satu atau dua orang yang berdiri membantu kiper menjaga gawang.
7. Menghadapi tendangan pojok, kiper biasanya berdiri di bagian belakang gawang karena berlari kearah depan lebih mudah daripada berlari ke belakang.
Tendangan pojok juga bisa dilakukan dengan umpan pendek kepada teman satu tim, lalu biasanya dilanjutkan dengan umpan lambung langsung ke depan gawang.

K. PERATURAN SEPAK BOLA
Peraturan resmi permainan sepak bola (Laws of the Game) adalah:
1: Lapangan sepak bola
2: Bola
3: Jumlah Pemain
4: Peralatan Pemain
5: Wasit yang mengatur pertandingan
6: Asisten wasit
7: Lama Permainan
8: Bola Keluar dan di Dalam Lapangan
9: Cara Mendapatkan Angka
10: Offside
11: Pelanggaran
12: Tendangan bebas
13: Tendangan
14: Lemparan dalam
15: Tendangan gawang
Selain peraturan-peraturan di atas internasional , keputusan-keputusan Badan Asosiasi Sepak bola Daerah (IFAB) lainnya turut menambah peraturan dalam sepak bola.

L. TAKTIK PERMAINAN
Taktik yang biasa dipakai oleh klub-klub sepak bola adalah sebagai berikut:
1. 4-4-2 (klasik: empat pemain belakang/skipper)
2. 4-4-2 (dengan dua gelandang sayap)
3. 4-4-1-1 (2 pasang gelandang sayap,satu gelandang serang dan striker tunggal)
4. 4-2-4 (2 sayap)
5. 4-3-2-1 (3 pemain gelandang tengah,2 gelandang serang,dan striker tunggal)
6. 4-3-1-2 (4 bek,3 gelandang bertahan,1 penyerang lubang,2 striker)
7. 4-5-1 (4 bek,2 sayap,3 gelandang,1 striker)
8. 4-3-3 (4 bek,3 gelandang bertahan,2 striker sayap,1 striker tengah)
9. 4-2-3-1 (2 bek tengah,2 bek sayap, 2 winger,1 penyerang lubang,1 striker)
10. 4-3-3 (2 bek sayap,2 bek tengah,2 sayap,1 gelandang bertahan,3 striker tengah)
11. 4-1-4-1 (4 bek,1 gelandang bertahan,4 gelandang,1 striker)
12. 3-4-3 (dengan winger)
13. 3-5-2 (dengan libero/sweeper)
14. 3-5-2 (tanpa libero/sweeper)
15. 3-6-1
16. 5-4-1
17. 5-3-2 ( 3 striker,2striker sayap, 3 gelandang , 2 bek )
Taktik yang dipakai oleh sebuah tim selalu berubah tergantung dari kondisi yang terjadi selama permainan berlangsung. Pada intinya ada tiga taktik yang digunakan yaitu; Bertahan, Menyerang, dan Normal.

M. OFISIAL
Sebuah pertandingan diperintah oleh seorang wasit yang mempunyai “wewenang penuh untuk menjalankan pertandingan sesuai Peraturan Permainan dalam suatu pertandingan yang telah diutuskan kepadanya” (Peraturan 5), dan keputusan-keputusan pertandingan yang dikeluarkannya dianggap sudah final. Sang wasit dibantu oleh dua orang asisten wasit (dulu dipanggil hakim/penjaga garis). Dalam banyak pertandingan wasit juga dibantu seorang ofisial keempat yang dapat menggantikan seorang ofisial lainnya jika diperlukan.selain itu juga mereka membutuhkan alat-alat untuk membantu jalannya pertandingan seperti:
1. papan pengganti pemain.
2. meja dan kursi.

N. UKURAN LAPANGAN
1. Ukuran lapangan standar
a. Ukuran: panjang 100-110 m x lebar 64-75 m
b. Garis batas: garis selebar … cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; … m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
c. Daerah penalti: busur berukuran 18 m dari setiap pos
d. Garis penalti: 11 m dari titik tengah garis gawang
e. Garis penalti kedua: … m dari titik tengah garis gawang
f. Zona pergantian: daerah … m (… m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
g. Gawang: lebar 7 m x tinggi 2,5 m
h. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif
O. UKURAN BOLA
1. Ukuran: 68-70 cm
2. Keliling: 100 cm
3. Berat: 410-450 gram
4. Lambungan: 1000 cm pada pantulan pertama
5. Bahan: karet atau karet sintetis (buatan)
P. TIM
1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 11, salah satunya  penjaga gawang
2. Jumlah pemain maksimal keluar lapangan(tidak termasuk cedera): 4
3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 12
4. Jumlah wasit: 1
5. Jumlah hakim garis: 2-4
6. Batas jumlah pergantian pemain: 3 kecuali pertandingan uji coba
A. Perlengkapan Pemain
1. Kaos bernomor (sejak tahun 1954)
2. Kaos kaki
3. Pelindung tulang kering
4. Alas kaki bersolkan karet
5. Harus menggunakan sepatu bola
B. Lama Permainan
1. Lama normal: 2×45 menit
2. Lama istirahat: 15 menit
3. Lama perpanjangan waktu: 2×15 menit (bila hasil masih imbang setelah 2 x 45 menit waktu normal)
4. Ada adu penalti jika jumlah gol kedua tim seri saat perpanjangan waktu selesai.
5. Time-out: 1 per tim per babak; tak ada dalam waktu tambahan
6. Waktu pergantian babak: maksimal 15 menit
C. Wasit Sebagai Pengukur Waktu Resmi
Wasit yang memimpin pertandingan sejumlah 1 orang dan dibantu 2 orang sebagai hakim garis. Kemudian dibantu wasit cadangan yang membantu apabila terjadi pergantian pemain dan mengumumkan tambahan waktu. Pada Piala Dunia 2006, digunakan ofisial ke-lima. Penggunaan 2 wasit sempat dicoba pada copa
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Sebagai generasi muda kita wajib menjaga atau berjuang demi nama baik Bangsa, salah satu perjuangan yang bisa kita lakukan adalah mengharumkan nama Bangsa lewat prestasi olah raga. Di Indonesia banyak sekali cabang olah raga salah satunya sepak bola, saat ini sepak bola menjadi cabang olah raga yang sangat popular bukan di Indonesia saja tapi di seluruh belahan dunia. Pada dasarnya penulis ingin menyampaikan bagi pembaca tentang teknik-teknik dan belajar sepak bola yang benar.

2.2 SARAN
Waktu kita masih panjang untuk mengejar cita-cita jika kita mau berjuang keras, belajar dengan sunguh-sunguh pasti apa yang kita inginkan dapat tercapai. Sepak bola merupakan cabang olah raga yang sangat sulit jika tidak mau belajar atau latihan dengan terus menerus, teknik-teknik dasar yang harus di kuasai juga mental bermain yang sportif merupakan modal dasar bermain sepak bola.

Kamis, 25 Oktober 2012

teori ingatan kolektif

Konsep ingatan kolektif adalah konsep yang elusif, artinya sulit untuk didefinisikan, namun amat dirasakan kehadirannya. Walaupun begitu, di abad kedua puluh, banyak pemikir dari berbagai bidang ilmu mulai menganalisis konsep ini, dan mengamati dampaknya bagi kehidupan manusia secara luas. Kata ingatan kolektif terdiri dari dua kata, yakni kata ingatan, dan kata kolektif. Keduanya memiliki makna berbeda, dan memiliki arti yang lebih luas, ketika kedua kata tersebut disandingkan. Untuk memahami makna konsep ini, saya akan menggunakan pemikiran Bridget Fowler dan Jill Edy.
Filsuf pertama yang secara komprehensif mencoba memahami fenomena ingatan manusia, menurut Fowler, adalah Henri Bergson. 

Pada masa ia hidup, yakni sekitar akhir abad 19 di Paris, Bergson mencoba mengajak kita memikirkan konsep ingatan dan pikiran manusia dengan cara-cara yang baru, yang sebelumnya tak ada. Sebelumnya, ingatan dipandang sebagai suatu gudang yang berisi beragam bentuk ide dan informasi. Pandangan ini ditantang oleh Bergson. Baginya, sesuai dengan semangat filsafat modern yang kental pada jamannya, ingatan adalah proses dialektis antara tubuh manusia dan peristiwa yang dialaminya. Lebih dalam dari itu, baginya, ingatan adalah hubungan antara pikiran dan materi. Interaksi antara pikiran dan materi ini, menurut Fowler, akan menghasilkan apa yang kita sebut sebagai persepsi. “Seluruh proses persepsi”, demikian tulisnya, “tergantung pada seleksi yang rumit, di mana informasi dari saraf yang diterima dari dunia luar disaring melalui gambaran ingatan dari masa lalu, di dalam pusat visual dari ingatan di dalam otak.”

Dalam arti ini, menurut Fowler, pemikiran Bergson tentang ingatan menjadi jembatan antara paham subyektivisme dan obyektivisme di dalam memahami ingatan. Secara singkat, subyektivisme dalam teori tentang ingatan menyatakan, bahwa ingatan itu bersifat subyektif, dalam arti hanya dimengerti oleh orang yang mengalaminya, dan tidak memiliki acuan di luar dari diri orang itu. Sementara, paham obyektivisme dalam teori tentang ingatan menyatakan, bahwa ingatan merupakan cermin dari dunia di luar diri manusia. Ingatan menjadi semacam film yang mengulang secara persis apa yang pernah terjadi di luar diri manusia.
Menurut Bergson, keduanya adalah pandangan yang sifatnya reduktif atas ingatan manusia. Artinya, kedua pandangan itu menyempitkan pandangan tentang ingatan hanya pada satu sisi semata, dan melupakan sisi-sisi lainnya. Setiap bentuk pengetahuan manusia lahir dari persepsinya atas dunia. Persepsi tersebut, menurut Bergson sebagaimana dibaca oleh Fowler, disaring oleh pikiran manusia (yang memiliki sejarah dan kerumitannya sendiri), namun tetap harus memiliki acuan di luar manusia itu, artinya memiliki bukti-bukti nyata, bahwa itu sungguh ada dan terjadi. “Ingatan”, demikian tulis Fowler, “dengan demikian, bukan merupakan gudang ataupun kamera, tetapi terdiri dari sirkuit, seperti arus listrik, antara pikiran dan materi.”

Bergson, sebagaimana dibaca oleh Fowler, masih membicarakan konsep ingatan dalam konteks individual. Pertanyaan kemudian adalah, bagaimana memahami konsep ingatan dengan menempatkan dimensi kolektif di dalamnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menggunakan pemikiran Emile Durkheim tentang apa artinya kolektivitas, atau apa yang disebutnya sebagai fakta sosial. Setiap makna dan simbol lahir dari manusia individual. Kita menciptakan simbol, dan kemudian memaknainya. Akan tetapi, proses interaksi antar individu yang saling mencipta simbol dan memaknainya tersebut akan menghasilkan suatu kolektivitas tertentu yang disebut Durkheim sebagai fakta sosial, atau kolektivitas itu sendiri. Proses untuk mencipta dan memberikan makna pada simbol, serta kemudian mewariskannya ke generasi masyarakat berikutnya, membutuhkan ingatan. Proses  mengingat yang dilakukan sedemikian banyak orang pada skala waktu tertentu, dan kemudian diwariskan ke generasi berikutnya, akan membentuk struktur ingatan kolektif tertentu.

Ingatan kolektif ini akan tetap ada, dan diwariskan ke generasi berikutnya, walaupun waktu berubah, dan tradisi menghilang.
Argumen ini dikembangkan oleh Maurice Halbwachs, seorang filsuf dan sosiolog asal Prancis yang hidup pada awal abad 20. Ia berpijak pada konsep yang dikembangkan Durkheim tentang fakta sosial yang berisi mentalitas kolektif dan struktur perasaan masyarakat yang terdiri dari beragam individu yang saling berinteraksi secara sosial. Di sisi lain, Halbwachs juga tertarik pada konsep ingatan yang dikembangkan oleh Bergson, dan mencoba membuat semacam sintesis antara konsep ingatan di satu sisi, dan konsep fakta sosial di sisi lain. Ia pun membuat argumen, bahwa ingatan manusia pada dasarnya tidak pernah bersifat murni individual, melainkan sudah selalu merupakan proses sosial, atau proses kolektif. Simbol-simbol yang ada di dalam peradaban manusia, dan pemaknaan atasnya, pun tidak pernah semata-mata bersifat individual, melainkan diciptakan dan ditujukan untuk kegunaan-kegunaan yang bersifat kolektif, seperti untuk mempertahankan masyarakat, mewariskan nilai-nilai kehidupan, membuat perubahan sosial, dan sebagainya. Dalam arti ini, ingatan kolektif memiliki fungsi yang khusus, yakni mencipta ulang sebuah peristiwa masa lalu untuk menjadi dasar bagi peristiwa masa kini, dan sebagai pijakan harapan bagi masa depan yang lebih baik.

Di sisi lain, sebagaimana dicatat oleh Fowler, Halbwachs juga menyatakan, bahwa selain ingatan individual berpijak pada konteks kolektivitas yang lebih luas, ingatan kolektif juga memperdalam dan memperjelas ingatan individual itu sendiri. Contohnya adalah ketika kita berbahasa. “Orang”, demikian kutipan Fowler dari tulisan Halbwachs, “faktanya tidak dapat berpikir tentang sebauh peristiwa tentang masa lalunya tanpa berwacana tentangnya. Akan tetapi untuk berwacana tentang sesuatu berarti juga terhubung sistem ide-ide yang tunggal dari pendapat-pendapat kita dan dari lingkaran itu… kerangka kolektif memory mengurung dan mengikat kita atas ingatan kita satu sama lain yang paling intim.”

Saya mencoba untuk menafsirkan argumen ini lebih jauh.
Ketika kita berpikir, kita menggunakan bahasa. Artinya, kita mengaitkan diri kita dengan satu sistem tertentu yang telah berkembang lama, jauh sebelum kita dilahirkan, yakni sistem bahasa itu sendiri. Di dalam sistem bahasa, ada beragam simbol yang telah diciptakan oleh generasi sebelum kita, yang kemudian diwariskan ke generasi berikutnya, sampai ke tangan kita. Proses mencipta dan mewariskan tersebut membutuhkan suatu medium, dan medium itu adalah ingatan sosial, yakni proses mengingat yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan identitas sosial masyarakat tersebut. Dalam arti ini, ketika kita berpikir, kita sudah selalu melakukannya dalam konteks ingatan sosial suatu komunitas tertentu. Bahkan, pikiran-pikiran kita yang paling intim dan pribadi pun mengandaikan adanya suatu sistem sosial tertentu yang menjadi latar belakangnya. Inilah sebabnya, mengapat Halbwachs terus menegaskan, bahwa proses mengingat pada hakekatnya sudah selalu merupakan proses sosial.
Bahkan, sebagaimana dinyatakan oleh Halbwachs, mimpi pun tidak pernah sungguh-sungguh merupakan peristiwa pribadi, melainkan sudah selalu memiliki latar belakang kolektif. Di dalam mimpi, kita melihat tempat. Kita melihat konteks yang memberikan makna pada mimpi kita, entah ketika kita kecil, ataupun sudah dewasa. “Tidak ada ingatan”, demikian tulis Halbwachs sebagaimana dikutip Fowler, “yang mungkin di luar kerangka yang digunakan oleh orang yang hidup dalam masyarakat untuk menentukan dan menarik rekoleksi mereka.”

Hal ini paling jelas tampak, ketika kita bermimpi. Bagi Halbwachs, ingatan kolektif selalu terkait dengan tempat terciptanya ingatan tersebut, terutama tempat-tempat yang memang memiliki arti istimewa, seperti tempat suci, tempat lahir, dan sebagainya. Dalam arti ini, ingatan kolektif memang bukan sesuatu yang mutlak dan pasti. Seperti segala hal di muka bumi ini, ingatan kolektif adalah hasil penafsiran. Maka ingatan kolektif terdiri dari beragam aspek, dan terbuka untuk perubahan, demi pemaknaan akan masa kini, dan penciptaan harapan di masa depan.
Ingatan kolektif juga dapat dilihat sebagai aliran gelombang yang mendasari pemaknaan orang-orang yang hidup di dalam satu komunitas tertentu. Dalam arti ini, ingatan kolektif bukanlah sesuatu yang jelas, melainkan justru sebaliknya, yakni kabur dan dapat ditafsirkan dengan beragam cara. Ingatan adalah suatu proses, yakni proses mengingat. Dan proses tersebut selalu berada dalam konteks sosial, yakni proses mengingat bersama, bersama dengan saudara, teman dekat, koran berita setempat, gosip setempat, dan sebagainya. Proses mengingat adalah proses kolektif, proses sosial itu sendiri, maka selalu terbuka untuk proses tafsir dan perubahan.

Semua ini, menurut Halbwachs, berlaku baik pada level pribadi, keluarga, komunitas, bahkan sampai pada level bangsa.  Proses perubahan sosial, dari kelas petani menjadi kelas industrialis, dari kelas industrialis menjadi kelas kapitalis, juga terjadi dengan menjadikan ingatan kolektif sebagai dasar pijakannya.
Pemikir berikutnya yang juga banyak menulis soal ingatan kolektif adalah Walter Benjamin, filsuf asal Jerman di awal abad 20. Ia menuliskan pemikirannya tentang ingatan kolektif di dalam bukunya yang berjudul The Storyteller. Di dalam buku ini, sebagaimana dinyatakan oleh Fowler, Benjamin mencoba mengaitkan dua hal, yakni antara cerita tentang masa lalu yang telah meresap di dalam tradisi di satu sisi, dan pengalaman hidup yang sungguh terjadi di sisi lain.

Tidak ada hubungan yang bersifat langsung dan jelas antara dua konsep ini. Apa yang saya alami seringkali tidak terhubung langsung dengan apa yang saya ceritakan tentang apa yang saya alami. Fowler memberikan contoh, bagaimana para veteran perang dunia pertama tidak mampu secara akurat dan tegas melukiskan kembali ketegangan di dalam peristiwa tersebut. Mereka hanya bercerita sedikit, lalu terdiam.
Cerita tentang masa lalu biasanya mengendap menjadi semacam cerita rakyat yang berisi nilai-nilai moral yang hendak diajarkan ke generasi berikutnya. Cerita tersebut menjadi bermakna, karena berisi kebijaksanaan-kebijaksanaan masa lalu yang perlu untuk diwariskan dan ditafsirkan oleh generasi berikutnya. Di dalam cerita-cerita masa lalu tersebut, dan nilai-nilai moral maupun kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya, ingatan kolektif berperan penting di dalam memberikan makna dan konteks. Cerita rakyat menjadi alat bagi ingatan kolektif untuk memberi identitas sosial bagi suatu komunitas tertentu. Medium atau alat lain yang, menurut Fowler, juga penting adalah koran. Koran menjadi semacam kendaraan bagi ingatan kolektif untuk memberikan konteks bagi kekinian dan masa depan dari suatu komunitas.

Narasi tentang manusia, baik itu dalam bentuk kumpulan informasi ataupun dongeng, memuat ingatan kolektif yang memberi identitas serta makna bagi komunitas tempat manusia hidup, dan menafsirkan ulang dirinya secara terus menerus.
Benjamin juga menegaskan, bahwa ingatan kolektif tampak di dalam tata kota dan arsitektur suatu kota. Perubahan sosial juga dapat dilihat dengan jelas pada tata kota dan arsitektur tersebut. Ia memberi contoh bagaimana kota Paris mengalami perubahan dari kerajaan feodal beserta dengan ciri arsitekturnya menjadi kota modern yang mengedepankan aristektur yang serba efisien, efektif, namun juga indah. Perubahan tata kota dan arsitektur suatu kota juga mencerminkan perubahan mentalitas orang-orang yang hidup di dalamnya.

Semua proses itu, yakni perubahan mentalitas, perubahan tata kota, dan perubahan arsitektur, berpijak pada satu gelombang yang disebut sebagai gelombang ingatan kolektif yang membentuk kultur sekaligus identitas suatu masyarakat. Dalam arti ini, menurut saya, proses pelestarian ingatan, termasuk juga ingatan-ingatan yang negatif dan traumatis, adalah proses yang amat penting untuk menjaga kelestarian identitas diri, dan sebagai proses pembelajaran, supaya proses negatif yang sama sedapat mungkin tidak lagi terjadi, dan proses-proses positif di masa lalu bisa memperkuat dan mengembangkan identitas sosial yang ada.
Jika ingatan individual bisa terganggu, seperti karena telah berlalunya waktu, atau karena sudut pandang yang berbeda, ingatan kolektif pun bisa terganggu. Paul Ricoeur, filsuf Prancis abad 20, menyatakan dengan tegas, bahwa ingatan kolektif sudah selalu hidup dalam distorsi atau gangguan. Dengan kata lain, dapatlah dikatakan, bahwa ingatan adalah peristiwa yang selalu hidup dalam distorsi, baik pada level individual maupun level kolektif. Misalnya, sebagaimana dicontoh Fowler, ketika mencoba menjelaskan pemikiran Ricoeur, ingatan suatu masyarakat tentang salah satu tokohnya di masa lalu. Dilihat dari masa sekarang, setiap pahlawan yang hidup di masa lalu selalu dilukiskan secara agung, dan cenderung berlebihan. Kencenderungan ini, bagi Ricoeur, adalah bagian dari ingatan yang memang selalu terdistorsi, dan tak pernah secara persis mencerminkan peristiwa yang terjadi.

Semua monumen dan tugu adalah bentuk fisik material dari ingatan kolektif ini. Dalam arti ini, menurut Fowler, kita bisa melihat dialektika ingatan. Di satu sisi, peristiwa mempengaruhi ingatan kita. Namun di sisi lain, cara kita mengingat tentang masa lalu mempengaruhi pemahaman kita tentang masa lalu itu sendiri. Dengan kata lain, model atau metode mengingat kita akan mempengaruhi isi dari ingatan itu sendiri.
Jika ingatan adalah sesuatu yang sudah selalu mengandung distorsi, maka ingatan tidak pernah boleh dimutlakkan. Ingatan yang dimutlakkan bisa dengan mudah menipu, karena ingatan pada dasarnya adalah ingatan yang terhambat, atau ingatan yang termanipulasi. Mengingat sesuatu sebagai A, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah B, menurut Fowler, adalah ciri utama dari ideologi, atau kesadaran palsu. Orang bisa merasa mengingat sesuatu, padahal ia tidak sungguh-sungguh mengingat, atau memahami apa yang dialaminya. “Ingatan yang rusak semacam itu”, demikian tulis Fowler, “adalah komponen paling dasar dari ideologi.”

Ideologi itu merusak, karena menutupi mata dan pikiran manusia dari kebenaran itu sendiri, yang tidak pernah sungguh-sungguh sederhana, atau hitam putih, seperti yang dibayangkan, atau diinginkan oleh banyak orang. Singkat kata, ideologi membutakan mata manusia, membuatnya melihat katak sebagai anjing, atau kucing sebagai belalang. Pemutlakkan atas ingatan yang terdistorsi menggiring manusia masuk ke dalam ideologi, dan menjauhkannya dari kebenaran.
Dalam arti ini, sebagaimana dicatat oleh Fowler, ingatan kolektif adalah sesuatu yang perlu untuk terus dimurnikan, atau didemistifikasi, yakni dicopot ciri-ciri mistiknya, atau mitologisnya. Ciri mistik berarti, ingatan itu memiliki dimensi mistik yang tidak dapat disalahkan. Artinya, ingatan itu bersifat mutlak. Pandangan ini jelas salah, dan perlu menjalani proses demistifikasi. Di sisi lain, ingatan kolektif juga perlu dicopot ciri mitologisnya, yakni dicopot ciri-ciri yang membuat ingatan kolektif tersebut tidak rasional. Penjelasan mitologis adalah penjelasan yang menggunakan narasi, namun tidak menggunakan rasionalitas serta keterkaitan dengan realitas empiris sebagai tolok ukurnya. Ingatan kolektif yang berciri mitologis adalah ideologi itu sendiri, yang menutupi mata kita dari kebenaran, dan mengaburkannya dengan mitos-mitos yang menyesatkan pikiran. Dengan kata lain, proses demitologisasi dan demistifikasi ingatan kolektif perlu untuk dilakukan, supaya sebuah komunitas tidak terjebak pada ideologi yang membutakan mata mereka, serta bisa membentuk identitas sosial komunitas mereka dengan berpijak pada ingatan kolektif yang tepat.

Setiap komunitas di dunia ini memiliki masa lalu. Bahkan, sebagaimana dinyatakan oleh Robert Bellah, apa yang disebut komunitas pun ditentukan oleh apa yang terjadi di masa lalu mereka. Ia berpendapat, bahwa komunitas sejati adalah komunitas ingatan-ingatan, yakni komunitas yang berpijak pada masa lalunya, dan tak pernah melupakannya. Untuk melestarikan masa lalunya, sebuah komunitas, demikian kata Bellah, membutuhkan sebuah cerita. Mereka menciptakan cerita yang berisi nilai-nilai yang dianggap bermakna bagi komunitas tersebut. Cerita-cerita semacam ini amatlah penting untuk melestarikan sekaligus mengembangkan identitas kolektif komunitas tersebut. Namun, yang diceritakan tidak hanya cerita-cerita tentang kebaikan dan keberhasilan masa lalu, melainkan juga cerita-cerita yang berisi tentang peristiwa-peristiwa menyakitkan, serta kegagalan-kegagalan yang bisa dijadikan bahan pembelajaran. Cerita-cerita tentang peristiwa negatif dari masa lalu justru bisa menjadi perekat identitas kolektif yang kuat, dan menciptakan rasa kebersamaan yang dalam. “Dan jika sebuah komunitas sepenuhnya jujur”, demikian tulis Bellah, “mereka akan mengingat cerita-cerita tidak hanya tentang penderitaan yang diterima, tetapi juga penderitaan yang diakibatkannya- ingatan yang berbahaya, karena ingatan itu mengajak komunitas tersebut untuk mengubah kejahatan yang kuno.”

Ingatan kolektif juga mempengaruhi situasi politik suatu komunitas. Seperti dicatat oleh Edy, pada pemilu Presiden 2004 di AS, ingatan kolektif akan konflik sosial menjadi tema besar di dalam diskusi-diskusi politik pada masa itu. “Ingatan kolektif akan konflik sosial di masa lalu”, demikian tulis Edy, “dapat menyembuhkan pertentangan, menggarami luka, atau justru memicu perubahan sosial.”

Dengan kata lain, di satu sisi, ingatan kolektif tentang konflik sosial di masa lalu bisa menjadi sumber daya untuk melawan pola yang sama untuk berulang di masa depan. Namun, di sisi lain, ingatan kolektif akan konflik sosial yang terjadi justru bisa menciptakan dendam, dan mendorong kemungkinan terjadinya konflik serupa di masa depan. Kemungkinan kedua yang diajukan Edy, menurut saya, terjadi, karena ingatan kolektif mengalami cacat, atau terjebak dalam ideologi. Dalam arti ini, orang tidak mengingat apa yang secara kolektif dialami, melainkan hanya versi yang diinginkannya saja, yakni versi yang berat sßebelah, dan penuh dengan distorsi.
Ingatan kolektif tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, menurut Edy, juga dapat mempengaruhi apa yang akan terjadi di masa depan. Dalam arti ini, ingatan kolektif mempengaruhi karakter sekaligus perilaku suatu masyarakat, yang nantinya juga akan mempengaruhi masa depan mereka sebagai suatu komunitas. Walaupun begitu, seperti diingatkan oleh Edy, ingatan, baik individual ataupun kolektif, adalah gambaran yang tidak lengkap tentang masa lalu, meskipun kita seringkali melihat ingatan sebagai potret masa lalu. Ingatan kolektif tentang masa lalu menjangkau karakter dan sikap kita di masa sekarang, serta membentuk masa depan kita. Maka dari itu, ingatan kolektif tentang masa lalu adalah sesuatu yang mesti kita rawat dengan kebijaksanaan dan kesadaran penuh, bahwa semua itu mempengaruhi masa kini dan masa depan kita sebagai komunitas manusia. “Ingatan yang dirasakan secara kolektif”, tulis Edy, “dalam banyak hal, adalah ujung dari gunung es kultur politik kita.”

Setiap bentuk ingatan, baik individual maupun kolektif, adalah suatu bentuk upaya untuk melukiskan ulang apa yang terjadi di masa lalu. Dalam arti ini, menurut Edy, komponen terpenting dalam ingatan adalah narasi, atau cerita. Masa lalu bukanlah fakta empiris, melainkan cerita yang selalu merupakan campuran antara imajinasi dan kejadian nyata. Ketika suatu peristiwa telah berlalu, maka peristiwa itu menjadi ingatan. Memang, seperti dinyatakan oleh Edy, jejak-jejak fisik tetap ada. Itulah yang disebut oleh para sejarahwan sebagai artefak, yakni jejak-jejak yang bisa mereka gunakan untuk membuat sebuah cerita, atau narasi, tentang masa lalu, supaya bisa menjelaskannya. Ada beragam fakta dan artefak, namun semua itu baru memiliki arti, jika ada cerita yang merangkainya menjadi suatu penjelasan yang bisa diterima oleh akal sehat. Upaya merangkai cerita itulah yang disebut Edy sebagai upaya “rekonstruksi”. Ketika seseorang diminta untuk melakukan proses rekonstruksi, yakni proses merangkai narasi dengan berpijak pada data-data yang ada, “Mereka”, demikian tulis Edy, “dipengaruhi oleh situasi di mana secara aslinya mendapatkan informasi dan konteks di mana mereka diminta untuk menuangkannya kembali.”

Dengan ini, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa proses mengingat apa yang telah terjadi di masa lalu merupakan sebuah jaringan ganjil antara fakta dan makna (yang terikat secara kontekstual dan kultural) yang berbentuk suatu narasi, atau cerita, untuk menjelaskan apa yang telah terjadi secara masuk akal.
Seperti sudah disinggung sebelumnya, Maurice Halbwachs, filsuf dan sosiolog yang dianggap sebagai “bapak” teori tentang ingatan kolektif, juga memiliki argumen serupa. Baginya, ingatan pada hakekatnya sudah selalu bersifat kolektif, yakni proses yang dilakukan dalam konteks sosial. Dan seperti dinyatakan oleh Edy, hubungan-hubungan sosial, letak geografis, dan beragam aspek yang terkandung di dalam kehidupan bersama mempengaruhi cara suatu masyarakat mengingat masa lalunya, juga isi dari ingatan tersebut.

Dengan berpijak pada pemikiran Edy dan Halbwachs, kita bisa menyimpulkan, bahwa proses mengingat bukanlah potret tepat tentang masa lalu, melainkan proses rekonstruksi yang melibatkan keinginan untuk mencari dan memberikan makna pada masa sekarang, membangun harapan untuk masa depan, kontekstualisasi, dan juga terjadi dalam proses-proses sosial yang selalu ada di dalam kehidupan manusia.
Ingatan selalu dibangun dari cerita, atau narasi, dan cerita tersebut dapat berubah, sesuai dengan lahirnya kesadaran dan bukti-bukti baru tentang masa lalu. Di sisi lain, dalam konteks ingatan kolektif, setiap orang bisa memiliki ingatan yang berbeda tentang apa yang sungguh terjadi di masa lalu. Dalam situasi yang serba tidak pasti ini, bagaimana kita bisa memahami ingatan kolektif suatu komunitas? Seperti yang dinyatakan oleh Edy, dalam situasi semacam ini, ingatan kolektif dapat dipahami sebagai ingatan yang dominan dipahami oleh komunitas tertentu. Jadi, ingatan kolektif adalah ingatan yang dominan yang tersebar di dalam ruang publik masyarakat tertentu. “Ingatan kolektif”, demikian tulis Edy, “adalah cerita yang diketahui semua orang, walaupun tidak semua orang percaya pada cerita itu.”

Cerita, atau narasi, itu meresap ke dalam kultur suatu masyarakat, dan secara tidak sadar telah menjadi “bahasa” bersama dari masyarakat tersebut untuk menggambarkan dan menjelaskan masa lalu mereka. Setiap bentuk kritik terhadap masa lalu juga selalu berpijak pada narasi tersebut. “Bahasa” bersama inilah yang nantinya membentuk karakter dan perilaku masyarakat itu.
Di dalam teori-teori tentang ingatan kolektif, ada satu pengandaian dasar yang cukup umum ditemukan, bahwa apa yang kita ingat tentang masa lalu amat ditentukan pada kebutuhan masa sekarang, dan apa yang diharapkan dapat terjadi di masa depan. Inilah yang disebut Edy sebagai presentisme. Dengan kata lain, ingatan kolektif tentang masa lalu bukanlah gambaran fakta obyektif yang tidak dapat berubah, melainkan narasi yang mengabdi pada konteks sekarang, serta kebutuhan dan kepentingan yang ada di masa kini. Di dalam proses itu terjadi apa yang disebut Edy sebagai kompetisi ingatan kolektif, di mana berbagai bentuk narasi tentang masa lalu berusaha untuk merebut opini publik, dan menjadi ingatan kolektif yang dominan di masyarakat tersebut. Dalam arti ini, ingatan kolektif pun juga dapat dilihat sebagai tempat pertempuran antara berbagai narasi, atau cerita, di dalam masyarakat, yang berusaha menjelaskan masa lalu masyarakat tersebut. Narasi yang paling mampu mengabdi pada kepentingan masa kini dan masa depan akan menjadi ingatan yang dominan, yakni ingatan kolektif masyarakat tersebut, yang mempengaruhi karakter sekaligus pola perilaku orang-orang yang hidup dalam masyarakat itu.